Tuesday, June 26, 2007

Psychosocial Eric Ericson




PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL
Menurut Erik Erikson (1963) perkembangan psikososial terbagi menjadi beberapa tahap. Masing-masing tahap psikososial memiliki dua komponen, yaitu komponen yang baik (yang diharapkan) dan yang tidak baik (yang tidak diharapkan). Perkembangan pada fase selanjutnya tergantung pada pemecahan masalah pada tahap masa sebelumnya.

Adapun tahap-tahap perkembangan psikososial anak adalah sebagai berikut:

1. Percaya Vs Tidak percaya ( 0-1 tahun )
Komponen awal yang sangat penting untuk berkembang adalah rasa percaya. Membangun rasa percaya ini mendasari tahun pertama kehidupan. Begitu bayi lahir dan kontakl dengnan dunia luar maka ia mutlak terganting dengan orang lain. Rasa aman dan rasa percaya pada lingkungan merupakan kebutuhan. Alat yang digunakan bayi untuk berhubungan dengan dunia luar adalah mulut dan panca indera, sedangkan perantara yang tepat antara bayi dengan lingkungan dalah ibu. Hubungan ibu dan anak yang harmonis yaitu melalui pemenuhan kebutuhan fisik, psikologis dan sosial, merupakan pengalaman dasar rasa percaya bagi anak. Apabila pada umur ini tidak tercapai rasa percaya dengan lingkungan maka dapat timbul berbagai masalah. Rasa tidak percaya ini timbul bila pengalaman untukmeningkatkan rasa percaya kurang atau kebutuhan dasar tidak terpenuhi secara adekwat, yaitu kurangnya pemenuhan kebutuhan fisik., psikologis dan sosial yang kurang misalnya: anak tidak mendapat minuman atau air susu yang edukat ketika ia lapar, tidak mendapat respon ketika ia menggigit dot botol dan sebagainya.


2. Otonomi Vs Rasa Malu dan Ragu ( 1-3 tahun )
Pada masa ini alat gerak dan rasa telah matang dan ada rasa percaya terhadap ibu dan lingkungan. Perkembangan Otonomi selama periode balita berfokus pada peningkatan kemampuan anak untuk mengontrol tubuhnya, dirinya dan lingkungannya. Anak menyadari ia dapat menggunakan kekuatannya untuk bergerak dan berbuat sesuai dengan kemauannya misalnya: kepuasan untuk berjalan atau memanjat. Selain itu anak menggunakan kemampuan mentalnya untuk menolak dan mengambil keputusan. Rasa Otonomi diri ini perku dikembangkan karena penting untik terbentuknya rasa percaya diri dan harga diri di kemudian hari. Hubungan dengan orang lain bersifat egosentris atau mementingkan diri sendiri.
Peran lingkungan pada usia ini adalah memberikan support dan memberi keyakinan yang jelas. Perasaan negatif yaitu rasa malu dan ragu timbul apabila anak merasa tidak mampu mengatasi tindakan yang di pilihnya serta kurangnya support dari orangtua dan lingkungannya, misalnya orangtua terlalu mengontrol anak.
3. Inisiatif Vs Rasa Bersalah ( 3-6 tahun )
Pada tahap ini anak belajar mengendalikan diri dan memanipulasi lingkungan. Rasa inisiatif mulai menguasai anak. Anak mulai menuntut untuk melakukan tugas tertentu. Anak mulai diikut sertakan sebagai individu misalnya turut serta merapihkan tempat tidur atau membantu orangtua di dapur. Anak mulai memperluas ruang lingkup pergaulannya misalnya menjadi aktif diluar rumah, kemampuan berbahasa semakin meningkat. Hubungan dengan teman sebaya dan saudara sekandung untuk menang sendiri.
Peran ayah sudah mulai berjalan pada fase ini dan hubungan segitiga antara Ayah-Ibu-Anak sangat penting untuk membina kemantapan idantitas diri. Orangtua dapat melatih anak untuk menguntegrasikan peran-peran sosial dan tanggungjawab sosial. Pada tahap ini kadang-kadang anak tidak dapat mencapai tujuannya atau kegiatannya karena keterbatasannya, tetapi bila tuntutan lingkungan misalnya dari orangtua atau orang lain terlalu tinggi atau berlebihan maka dapat mengakibatkan anak merasa aktifitasnya atau imajinasinya buruk, akhirnya timbul rasa kecewa dan rasa bersalah.



4. Industri Vs Inferioritas ( 6-12 tahun )
Pada tahap ini anak dapat menghadapi dan menyelesaikan tugas atau perbuatan yang akhirnya dan dapat menghasilkan sesuatu. Anak siap untuk meninggalkan rumah atau orangtua dalam waktu terbatas yaitu untuk sekolah. Melalui proses pendidikan ini anak belajar untuk bersaing (sifat kompetetif), juga sifat kooperatif dengan orang lain, saling memberi dan menerima, setia kawan dan belajar peraturan-peraturan yang berlaku.
Kunci proses sosialisasi pada tahap ini adalah guru dan teman sebaya. Dalam hal ini peranan guru sangat sentral. Identifikasi bukan terjadi pada orangtua atau pada orang lain, misalnya sangat menyukai gurunya dan patuh sekali pada gurunya dibandingkan pada orangtuanya. Apabila anak tidak dapat memenuhi keinginan sesuai standart dan terlalu banyak yang diharapkan dari mereka maka dapat timbul masalah atau gangguan.

5. Identitas Vs Difusi Peran ( 12-18 tahun )
Pada tahap ini terjadi perubahan pada fisik dan jiwa di masa biologis seperti orang dewasa. sehingga nampak adanya kontradiksi bahwa dilain pihak ia dianggap dewasa tetapi disisi lain ia dianggap belum dewasa.
Tahap ini merupakan masa standarisasi diri yaitu anak mencari identitas dalam bidang seksual, umur dan kegiatan, Peran orangtua sebagai sumber perlindungan dan sumber nilai utama mulai menurun. Sedangkan peran kelompok atau teman sebaya tinggi. Teman sebaya di pandang sebagai teman senasib, patner dan saingan. Melalui kehidupan berkelompok ini remaja bereksperimen dengan peranan dan dapat menyalurkan diri. Remaja memilih orang-orang dewasa yang penting baginya yang dapat mereka percayai dan tempat mereka berpaling saat kritis.

Psychosexsual Sigmund freud

PERKEMBANGAN PSIKOSEKSUAL

Sigmund freud menjelaskan bahwa anak memiliki perkembangan yang spesifik sesuai dengan kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan tersebut bila terpuaskan maka anak akan berkembang optimal dan anak mampu menghapai permasalahan yang terjadi dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya.Freud membagi dengan tahapan-tahapan yang dilalui sesuai dengan umr anak :

1. Fase oral ( 0 – 1 tahun )
Pada fase ini pusat kepuasan ada pada daerah oral atau mulut. Bila tugas Perkembangan ini tercapai, maka anak akan belajar: menghisap, menelan, mamainkan bibir, makan, kenyang dan anak dapat tidur dengan nyenyak.
Bila tugas perkembangan ini tidak tercapai, anak akan menunjukkan perilaku: menggigit, mengeluarkan air liur, marah atau menangis jika tidak terpenuhi
Tugas orang tua adalah untuk memenuhi fase oral dengan penuh kesabaran.

2. Fase Anal ( 1 - 3 tahun )
Pada fase ini fungsi tubuh yang memberi kepuasan berkisar pada sekitar anus. Tugas perkembangan yang harus dilalui anak adalah melakukan kontrol terhadap BAB dan BAK, dan bila tercapai anak akan senang melakukan sendiri. Sedangkan bila tugas perkembangan tidak tercapai akan muncul beberapa masalah seperti anak akan menahan dan melakukannya dengan mempermainkan.
Peran lingkungan adalah membantu anak untuk belajar mengontrol pengeluaran (melakukan Toilet Training), yaitu suatu konsep bersih dimana anak belajar mengontrol pengeluaran tepat waktu dan tempat serta dapat melakukan dengan mandiri.

3. Fase Phallic ( 3 - 6 tahun )
Pada fase ini fungsi tubuh yang memberi kepuasan ada pada daerah genetalia dan sekitarnya. Anak senang mempermainkan alat kelaminnya sendiri. Karakteristik pada fase ini, anak tertarik pada perbedaan bentuk tubuh antara laki-laki dan wanita atau antara anak-anak dengan orang dewasa. Pada fase ini anak dekat dengan orang tua lawan jenis.
Beberapa perkembangan yang terjadi: Oedipus Complex, yaitu anak mencintai orangtua dengan jenis kelamin berbeda, tetapi bersaing dengan orangtua yang sama jenis kelaminnya.Electra Complex, yaitu anak cemburu karena tidak punya penis.

4. Fase Latent (6 - 12 tahun)
Pada fase ini anak cenderung mempunyai orientasi sosial keluar rumah, anak sangat senang untuk bermain. Terjadi perkembangan intelektual dan sosial, anak mempunyai banyak teman dan membentuk kelompok, impuls agresivitas lebih terkontrol.
Perkembangan Psikoseksual cenderung memasuki masa tenang. Pada fase ini pengertian seksualitas lebih realistis dan konsep jenis kelamin telah dicapai.

5. Fase Genital (13-18 )
Pada fase ini tugas perkembangan seksual tinggal melengkapi fase-fase sebelumnya. Pada fase ini terjadi perkembangan fungsi alat kelamin secara primer maupun secara sekunder, pemusatan seksual ada pada daerah genital. Anak mulai tertarik terhadap lawan jenis dan munculnya tanda-tanda pubertas. Anak remaja sudah mempunyai pengetahuan tentang perubahan tubuh.
Perkembangan identitas merupakan hal penting yang terjadi pada remaja, anak mulai berkelompok (peer group). Peran lingkungan sangat penting untuk membantu perkembangan identitas pada remaja.
Pada akhir masa remaja diharapkan peran seksual dapat dicapai.

Intelectual development

PERKEMBANGAN INTELEKTUAL Jean Piaget

Kemampuan intelektual terdiri dari keterampilan, tingkah laku dan kemampuan adaptasi untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang baru, berfikir abstrak dan mengambil makna dari pengalaman-pengalaman. Pengukuran intlektual ini dapat dilihat jika seseorang memecahkan masalah, dan cara respon seseorang pada berbagai situasi.

Pada usia 1 tahun perkembangan otak sangat pesat. Ia dapat membuat keputusan dan menerima keputusan orang lain yang memberi rasa aman padanya. Hal yang ia capai adalah kesabaran untuk meniti karena secara intlektual ia menangkap bahwa lingkungannya akan memenuhinya segera. Kemampuan intlektual lain yang ia capai pada usia 1 tahun adalah bahwa ia dapat mengantisipasi kegiatan rutin dari lingkungannya. Misalnya bunyi-bunyi yang ia tangkap sewaktu menyiapkan makanannya. Berarti dengan bunyi ini sebentar lagi ia akan di beri makan, ia dengan sabar menunggu dan tidak menangis.
Menurut penelitian pulaski (1971), selain faktor keturunan, lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan intelegensia. Perkembangan intelektual tidak dapat berkembang sebelum pola fikir terbentuk. Stimuli sensoris dan motoris di perlukan sebelum untuk memberikan “pengetahuan“. Pengetahuan ini di dapat dari pengalaman bergerak, meraba, suara, penglihatan dan rasa. Dari hal-hal ini berkembang imajinasi. Imajinasi ini tidak akan terjadi apabila anak tidak di kenalkan benda gambar, bau, memperhatikan benda nyata. Lebih lanjut piaget menjelaskan teorinya dengan membagi tahapan perkembangan intlektual menjadi:

Tahap I. Sensorimotorik (lahir - 2 tahun)
Pada tahap ini anak menggunakan sistem penginderaan, sistem motorik dan benda-benda untuk mengenal lingkungannya. Bayi tidak hanya menerima rangsangan secara pasif tetapi juga memberi jawaban terhadap rangsangan tersebut. Jawaban ini mempertahankan hidupnya. Misalnya refleks untuk makan, bersin. Dengan refleks dalam bentuk gerak motorik memungkinkan bayi untuk berkomunikasi dengan lingkungannya.

Tahap II. Pre Operasional ( 2-7 tahun )
Perubahan fungsi kognitif pada tahap ini adalah dari sensori motorik menjadi pre operasional. Pada pre operasional anak mampu menggunakan simbol-simbol, yaitu menggunakan kata-kata, mengingat masa lalu sekarang dan yang akan terjadi segera.


Tahap III. Kongkrit Operasional ( 7-11 tahun )
Pada anak telah dapat berpikir secara logis terarah. mengelompokan fakta-fakta serta anak telah mampu berfikir dari sudut pandang orang lain . Ia dapat berpikir secara abstrak, dan mengatasi persoalan secara nyata dan sistematis. Contoh: anak dapat menghitung walaupun susunan benda diubah serta mengetahui jumlahnya tetap sama.


Tahap IV. Format Operation (11-dewasa)
Masa dimana anak mengembangkan kemampuan kognitif untuk berpikir abstrak dan hipotesis. Pada masa ini anak bisa memikirkan hal-hal apa yang akan atau mungkin terjadi. Perkembangan lain pada masa remaja ialah kemampuan untuk berpikir sistematis dan memecahkan suatu persoalan.
Selain tahapan-tahapan yang telah dijelaskan terdahulu, perkembangan juga dapat diukur dengan kemampuan anak, menggunakan kata-kata interaksi orangtua, anak dan lingkungannya akan menentukan perkembangan bahasa anak. Dengan kata lain apabila interaksi ini maksimal akan menyebabkan anak bicara lebih cepat sedangkan apabila interaksi kurang akan memakan waktu untuk memulai bicara.